Rasanya
kepalaku masih terlalu berat untuk memikirkannya. Rasanya persendidanku masih
terasa lemas hingga tak lagi bergairah untuk melakukan apapun. Rasanya semua ini terlalu cepat untuk
aku rasakan. Rasanya hati ini tak sanggup mengungkapkan segalanya, hanya mampu
merasakan semua, rasanya ingin sekali aku berteriak sekencang-kencangnya, meneriakan
semuanya di depan wajahnya, memandang lekat-lekat kedua matanya, dan memaki
keadaan, kenapa bisa seperti ini?
Telah
ku putuskan untuk menemuinya sekarang, sebelum rasa sakit ini bener-bener
menjalar ke semua, sebelum sakit ini mengacaukanku. Telah ku tahan segala gengsi,
telah ku buang rasa sepi.
Hari
ini kuberanikan mengetuk rumahnya, rasanya aku masih terlalu enggan untuk
menatapnya, aku merasa sungkan untuk menjabat tangannya.
Disini
hanya ada Aku dan Dia, kuhempaskan segala rasaku di depannya, ku curahkan semua
apa yang selama ini aku rasa. Kini aku perbolehkan air mata keluar dengan
sendirinya tanpa aku tahan sedikitpun, tak ada suara! Tak ada gaduh! Kita terdiam,
hanya ada isak tangisku yang seakan mewakiliku menceritakan semua. Aku tak
sanggup berkata apa-apa lagi. Aku terlalu lemah untuk berhadapan dengan cinta.
Sesaat
ibu, ayah dan kakaknya datang, mereka melihatku dengan mata sembab. Aku tahu
mereka heran dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi denganku? Tahukan kau? Aku
malu harus menangisi semua ini, aku malu karena tak begitu kuat menanggung
segala lara darimu, aku malu mereka melihatku, aku malu aku begitu patuh dengan
rasa ini, aku kalah!
Jangan
terlalu memiliki sesuatu yang belum pasti menjadi milikmu, mungkin kata-kata
itulah yang cocok untuku sekarang. Aku mungkin terlalu ingin memilikimu,
sedangkan kau masih terlalu asik bersama yang lain dan tak begitu
menghiraukanku.
“Seseorang
bisa berubah, entah itu kearah yang lebih baik ataupun sebaliknya, aku harus
siap dengan berbagai perubahan yang mungkin akan di hadapi di depan. Ketika diri
ini belum siap menerima perubahannya, haruskah aku terus menangisinya, meminta
belas kasihanya, jangan bodoh ! Usahlah memikirkan sesuatu yang
terus-menerus membuatku sakit. Pikirkan masa
depanku!
Masa depanku terlalu penting
dan begitu berharga. Masih banyak berbagai kemungkinan baik di depan, tinggalkan
lara, gapailah apa yang aku inginkan. Hidup itu selalu berjalan, jangan
berhenti di titik itu-itu saja, apalagi di titik yang membuatku merasa orang
paling bodoh di dunia.
Ayo jalani hidupku untuk yang terbaik. Ada sesuatu hal
dan banyak hal yang harus aku pikirkan, rasa sakit itu akan segera menyingkir. Jangan
memanjanya dengan mendekapnya terus-menerus, waktuku akan terbuang sia-sia tak
bermakna. Biarlah semua yang aku rasa menjadi bekal hidup untuk nanti,
walaupun tak mudah di lupakan, ikhlaskanlah untuk melupakan. Kata hatiku
berkata demikian”